Tahun ini adalah tahun Kebangkitan Bangsa Indonesia ke-100. Mendengar usia seabad, wajar kiranya jika masyarakat Indonesia mengharapkan bangsanya akan membawa mereka menuju kemakmuran. Namun sepertinya hal itu masih menjadi angan-angan belaka. Kemiskinan dan kebodohan masih mewarnai sebagian besar rakyat. Media massa kini bahkan menyuarakan keprihatinan betapa berkurangnya semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Berbagai masalah yang terus menerpa negeri ini sepertinya kian memupuskan rasa cinta dan bangga rakyat terhadap negara mereka.
Lantas, bagaimana halnya dengan Slank yang tahun ini pun menginjak usia dewasa (dalam hitungan usia band), yaitu ke-25 tahun?
Akhir tahun lalu mereka dikabarkan tengah merekam album yang akan rilis di Jepang. Sementara tahun ini mereka sedang dalam proses merampungkan rekaman bahasa Inggris untuk rilis di Amerika Serikat. Untuk album ini mereka menggaet Blues Saraceno (mantan gitaris Poison) untuk menjadi produser. Rencananya, jadwal rilis kedua album itu akan berdekatan di tahun ini.
Mungkinkah ini pertanda pupusnya rasa cinta mereka terhadap Indonesia?
Dengan tegas Slank mengatakan: “Tidak!”
Hal tersebut mereka lakukan semata untuk mengejar mimpi dan tantangan baru. Musisi mana yang tidak akan tergiur dengan tawaran berkembang di negeri orang? Kenyang dengan 15 album studio dan 5 album live, sudah saatnya bagi Slank untuk mengejar impian yang lebih besar lagi.
Jika menyinggung masalah nasionalisme, Slank malah tidak pernah merasa lebih terpanggil dengan masalah-masalah sosial politik yang terdapat di tengah masyarakat Indonesia saat ini. Mereka kian giat melancarkan kritik sosial terhadap berbagai ketidakadilan dan ketidakbenaran yang ada.
Pecinta musik Indonesia (dan pecinta gosip) tentu masih ingat dengan gugatan dari Badan Kehormatan DPR beberapa waktu lalu dimana dengan gusar mereka menyatakan lirik lagu “Gosip Jalanan” dari album PLUR (Peace, Love, Unity, Respect) yang rilis 2004 silam, secara terang-terangan menyerang lembaga legislatif tersebut. BK DPR mendengar lagu yang mengangkat masalah korupsi di kalangan wakil rakyat tesebut ketika Slank bernyanyi di hadapan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kisah tersebut berakhir ironis bagi para wakil rakyat kita. Pihak DPR, entah atas alasan apa, membatalkan gugatan. Namun, hanya selang sehari setelah pembatalan tersebut, salah satu wakil mereka tertangkap dalam kasus dugaan korupsi.
Tidak mengherankan jika Slank berhasil menjaring penggemar dengan jumlah yang amat besar. Konsep lagu blak-blakan serta aksi panggung slengean yang menjadi trademark Slank selama ini memang menjadi kekuatan penggerak bagi orang banyak, khususnya Slankers. Para pecinta grup yang bermarkas di Gang Potlot ini sekarang memiliki wadah berupa Slank Fans Club (SFC). SFC tersebar di 89 kota di Indonesia (bahkan tercatat 1 SFC di Malaysia) dan memiliki setidaknya 28 ribu anggota.
Komunitas Slankers dikenal sebagai komunitas penggemar paling fanatik. Mereka rela mengikuti kemanapun sang idola pergi, lengkap dengan atribut wajib bendera Slankers. Namun, aksi mereka kebanyakan berlangsung damai tanpa kekerasan. Mungkin hal ini sebagian besar disebabkan oleh kampanye Peace, Love, Unity, & Respect yang digalakkan oleh Slank.
Sebenarnya pengaruh positif sang idola terhadap Slankers adalah lebih dari sekadar kampanye gerakan damai. Masa-masa kegelapan Slank ketika mereka terlibat dalam jerat obat-obatan terlarang adalah juga masa kegelapan para Slankers. Kegiatan mabuk bersama bukanlah pemandangan aneh di Gang Potlot. Di sanalah mereka, para rocker dan kumpulan pemujanya; bersama-sama mendewakan apa yang disebut narkotika.
Diawali keprihatinan Bunda Iffet, Kaka, Bimbim, serta Ivan bersedia menjalani detoks sebagai usaha rehab. Setelah rehab berhasil, keadaan band yang sebelumnya mendekati titik kehancuran pun perlahan-lahan membaik. Selain menjadi lebih fokus dalam kegiatan bermusik, mereka juga terpanggil untuk hidup tenang dan membentuk keluarga. Kini, Slank giat mengkampanyekan gerakan hidup bersih kepada Slankers. Salah satunya dengan membuat peraturan untuk para anggota SFC dilarang menggunakan obat terlarang. Tidak sedikit Slankers yang berhasil membebaskan diri mereka dari kecanduan terhadap narkoba (meskipun banyak juga yang menolak untuk membersihkan diri).
Melihat segala kemajuan yang telah mereka raih, baik dalam karir maupun kehidupan pribadi, tidak berlebihan rasanya jika dikatakan Slank telah mengalami momen Kebangkitan di usianya yang mencapai seperempat abad ini. Setelah mengalami berbagai cobaan dan berganti-ganti formasi, Slank tidak pernah terlihat sebesar dan sekuat ini. Layaknya seorang remaja yang melangkah ke gerbang kedewasaan, Slank kini siap melebarkan sayap mereka dan terbang lebih tinggi lagi.
Sumber : www.slank.com
Minggu, Desember 21, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar