Rabu (1/10), warga di sekitar markas Slank di Jl. Potlot, Jakarta, heboh. Satu mobil patroli lengkap dengan sejumlah polisi berseragam parkir tepat di depan pintu masuk. Dari dalam mobil, lima orang pemuda dengan baju seragam narapidana biru plus tangan diborgol keluar.
BAJAKAN - Seorang aparat mengunci pintu penjara yang berisi anggota kelompok musik Slank, dalam acara peluncuran album baru Slank ”Live Komplikasi Bajakan” di Jalan Potlot, Jakarta, Rabu (1/10).
Dua orang petugas langsung menggelandang kelimanya masuk ke dalam salah satu sel dari tiga sel berjeruji besi yang ada di dalam halaman markas yang sudah disulap menjadi Lembaga Pemasyarakatan Pulau Biru. Dua sel lainnya sudah dipenuhi oleh narapidana lainnya yang ditengarai sebagai pelaku korupsi dan pembunuhan. Sekitar dua meter dari depan sel, ditempeli pita kuning garis polisi.
Seperti umumnya narapidana, kelima pemuda tadi diinterogasi satu per satu. Dengan nada galak, sang sipir menanyakan kesalahan mereka.
”Saya membajak lagu Slank,” cetus kelimanya. Puas menginterogasi, salah seorang narapidana diseret dan diikat ke tiang gantungan dengan kepala ditutup kain hitam. Dor! Terdengar suara tembakan menggelegar. Hukuman mati pun dijatuhkan.
Jangan kaget, ini bukan aksi penangkapan atau eksekusi hukuman betulan. Ini adalah sebuah lakon teatrikal sebagai bagian dari peluncuran album terbaru Slank berjudul Pembajakan! Slank Live Kompilasi.
Kelima pemuda yang ditahan tadi, tak lain adalah para personel Slank—Kaka (vokalis), Abdee (gitar), Ridho (gitar), Ivan (bass), dan Bimbim (drum)— yang semuanya tampak begitu menghayati perannya sebagai narapidana. Sesi tanya jawab dengan wartawan pun tetap mereka lakukan dari balik sel.
Kalau Slank sampai mau bersusah payah melakukan lakon teatrikal seperti ini, bukan semata-mata ingin tampil beda atau mencari sensasi. Ini adalah upaya mereka untuk mengajak masyarakat memerangi pembajakan yang kian merajalela.
Para pembajak harus menyadari bahwa tindakan mereka bisa berakibat fatal, merugikan pemusik, sekaligus mematikan industri musik Indonesia yang pada akhirnya menutup lahan pekerjaan dan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Itulah sebabnya, pembajakan harus dilihat sebagai sebuah tindak kriminal yang mesti diganjar hukuman.
”Pembajakan adalah simbol kecil dari borok yang ada di Indonesia. Kalau orang tidak membajak, tidak mungkin korupsi, tidak mungkin ada terorisme atau membunuh. Ini shock therapy kita untuk teman-teman di kejaksaan dan polisi bahwa undang-undang harus ditegakkan. Mudah-mudahan, masyarakat bisa melihatnya dan tidak setengah-setengah melawannya,” cetus Bimbim.
Bimbim sepakat pelaku pembajakan harus dikenai hukuman seberat-beratnya, kalau perlu hukuman mati. Pembuatan album kompilasi ini, lanjut Bimbim, dilakukan setelah mereka melihat begitu banyak lagu Slank yang dibajak, baik melalui televisi ataupun radio.
Yang membuat Bimbim geram, album terakhir mereka Stop War Kalau Berani Satu-satu sudah tersebar bajakannya hanya dua minggu sebelum beredar. Terinspirasi dari aksi pembajakan itulah, mereka mengangkat judul Pembajakan! dan akhirnya bertekad ”membajak” lagu-lagunya sendiri lewat album kompilasinya ini.
”Kenapa nggak? Kan kita sendiri yang memegang hak ciptanya. Kalau album ini masih dibajak juga, keterlaluan namanya. Nanti kalau membuat album ke-13, kita akan buat jelek aja sekalian, biar nggak ada yang membajak,” imbuh Bimbim.
Sesuai judulnya, album Slank kali ini penuh dengan tema antibajakan. Ini bisa dilihat dari desain sampul kaset hingga curahan hati yang ditulis mereka dalam kaset, ‘Slank dilecehkan, diremehkan, disukai, dibeli, dan akhirnya Slank dibajak!’.
Di bagian akhir side B, diselipkan Sumpah Antipembajak yang memelesetkan isi Sumpah Pemuda. Kira-kira begini petikannya, ”Kami putra dan putri Slankers Indonesia bersumpah tidak akan membeli atau menjual kaset dan CD bajakan karena hukumnya adalah haram”.
Selasa, Maret 10, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar